Selasa, 28 April 2009

Kepada Kartika

Dalam diam kau bertanya

Tentang hidup dan kehidupan yang tumbuhkan badai gejolak di dadamu

Dalam tenang kau meraba. Berapa banyak jalan

Yang harus kau lalui sebelum semuanya diakhiri

Kutatap wajah kuyumu

Satu hal yang tak kudapati, rona memerah pada pipi

Saat terik mentari masih bisa kau rasai

Tak lagi kutemukan gemintang di matamu yang pancarkan maksud hati

Mungkin kelam kini selubungi pandangmu

Atau cahaya putih yang lingkupi dunia barumu

Bisa jadi rangkaian jala pelangi yang berpendar bentangkan diri untuk temani perjalananmu

Tak mampu kutatap tubuh kakumu

Biar indah dan warnamu yang masih bertahta di kepalaku

Bukan akhir dari awal yang akan kau jalani

Aku tahu hanya sekali

Untukmu

Untukku

Untuk tubuh-tubuh yang sekarang mengelilingimu

Untuk tiap aliran sungai yang mengalir darah pada tubuh-tubuh penuh rasa

Aku tahu hanya sekali

Hanya datang sekali

Setelah itu, biru.

Kelinci kecil yang tersesat

Jika aku adalah seekor kelinci kecil yang tersesat di sebuah pasar malam, akan kudatangi permainan rolet yang begitu menggiurkan. Kupangkas satu persatu ambisi dalam mata-mata manusia itu dengan jernih mataku. Kuumbar lugu agar mereka terlenan dalam ramainya ego yang berkejaran, berkelabat diantara tubuh-tubuh itu. Lalu akan kutenggak dari botol yang digenggam oleh bandar tambun itu biar aku mabuk dan menari bersama kesadaran bernama kekalahan.

Jika aku adalah seekor kelinci yang nyasar di sebuah pasar malam, akan kurogoh peti uang para pengadu keuntungan agar tekumpul di karungku dan kuseret pada perempuan penjual tahu atau kakek penjaja jamu. Kutanya pada mereka tentang janji malam ini pada anak-anaknya, lalu kusisihkan untuknya; kulumlah rasa itu dan bagi pada anak-anakmu yang rindu manis kasih dari keping-keping tak berharga itu.

Jika aku adalah seekor kelinci yang nyasar di sebuah pasar malam, kuseret karung penuh keping dari pundi para penjudi. Kuhampiri penjual gula-gula dan boneka, kubagai pada kanak-kanak tanpa senyum masih polosnya agar mereka bercengkrama bersama manis asap kehidupan.

Jika aku adalah seekor kelinci yang tersesat di sebuah pasar malam, aku akan segera pulang setelah pundi-pundi kuhabiskan. Toh aku hanya seekor kelinci yang hanya butuh sepotong wortel atau segenggam sayuran untuk kumakan. Jika aku adalah seekor kelinci yang mencari jalan pulang dari pasar malam, akan kucari kelinci jantan yang kuat, karena besok aku ingin menghabiskan malam di hiruk pikuknya lapangan ini dan menghimpun pundi-pundi tak berharga lebih banyak lagi, agar punggung dan lenganku bisa bergerak bebas tanpa beban, nikmati senyum dan potongan wortel dengan riang. Hh... masih kurasakan pundi-pundi itu terlalu berat terseret di belakang punggungku. Walau aku hanya jika seekor kelinci yang tersesat di sebuah pasar malam.