Senin, 30 November 2009

Ternyata hadir rasa ini di hatiku. Hingga aku terpana tak mampu rangkai kata. Kembali merangkak mengeja makna.. Puisiku masih terbungkam dipenuhi tanya dan heran. Mungkinkah jiwaku tertawan oleh bahagia yang hanya sanggup dipahami rasa
Inikah keajaiban..,


'karna dia begitu indah..

Kamis, 01 Oktober 2009

aku bertanya padamu...

seseorang mengatakan padaku,"Kamu begitu romantis. apakah kau melahap gulagula dan puisi sekaligus menjelang tidur?"
aku hanya memandangnya heran.
seseorang bertanya padaku,"Apakah segala marahmu telah kau jual tuntas? hingga tak kau sisakan segurat pun di garis wajahmu?"
ingin kutatap matanya. kurasakan wajahku memanas
"Apakah kau terbuat dari segala wajah bunga, hingga tak tersisa keindahan yang bisa tergambar disekelilingku?"
"Apakah kau reguk semua madu hingga kata-kata manis saja yang keluar dari bibirmu?"
"Apakah cahaya temaram matahari pada rembulan terperangkap di matamu hingga tiap waktu bisa kurasakan hangatnya?"
"Apakah seluruh kelembutan bulu kupukupu telah menyatu pada sentuhanmu hingga kurasakan kenyamanan yang luar biasa?"
"apakah seluruh nyanyi angin dan kicau burung terserap pada pita suaramu, hingga lagu merdu selalu kudengar ingatkan salahku?"

dan dia terus bertanya... terus berkata, merayuku, membuatku semakin bahagia.
"Jawablah pertanyaanku, Ibu..." Lanjutnya. jemarinya yang mungil menyentuh pipiku dengan lembut.

Sabtu, 26 September 2009

Kalo gitu, aku pengen jadi Alloh saja…

Kalimat itu terucap dari bibir murid privat saya, 5 Juni lalu. Seorang anak laki-laki kelas dua di SD Islam.

Senja itu, cerita tentang beberapa nabi telah terlewati bersama mukjizatnya yang selalu membuat pikiran kanak-kanak berdecak. Lalu kami kembali kepada Nabi Adam AS. Dia bertanya,”Apa mukjizatnya?”

Tanpa berpikir panjang saya menjawab,”Beliau manusia pertama yang diciptakan Alloh.” Saya lanjutkan tentang penciptaan Hawa, membangkangnya iblis ketika diperintah Alloh untuk menghormat pada Adam, diturunkannya Adam dan Hawa dari Syurga. Dan janji iblis untuk mengajak manusia menjadi ‘temannya’ di neraka kelak.

Saya melihat ada banyak tanya di matanya. Tapi dia hanya berujar,”Wow.”

Sampai kisah Nabi Isa yang dapat meniupkan ruh pada burung buatan, menghidupkan orang yang telah mati, atas ijin Alloh.

Dia langsung memotong,”Berarti Alloh hebat dong. Keren!”

Tentu.” Saya tersenyum. Dia sudah mulai paham.

Kayak Naruto ustadzah, wow.”

Jauh lebih hebat dari Naruto.”

Enak dong, kalau mau apa-apa tinggal sret-sret..” Tangannya bergerak tak beraturan.

Ya,” jawab saya

Kalo gitu, aku pengen jadi Alloh saja.” katanya penuh binar

Kenapa?”

Ya karena hebat.”

Saya tersenyum, sebenarnya untuk menutupi kebingungan saya untuk mencari jawaban.

Mas Dito tahu siapa itu Alloh?”

Makanya saya pengen ketemu.” Jawaban yang jauh dari harapan saya.

Mas Dito tahu Firaun? Raja di jaman Nabi Musa? Yang mengaku dia itu Alloh (Tuhan)?

O, Nabi Musa yang pingsan waktu ingin ketemu Alloh itu ya?”

Iya.”

Silau itu mungkin ustadzah...”

....”

Klise mungkin. Banyak pertanyaan semacam ini muncul dari bibir-bibir mungil itu. Penuh tanda tanya, dan imajinasi yang tidak terbatas.

Fragmen tadi membawa saya pada belasan tahun lalu, saat saya masih bermain-main di taman kanak-kanak. Jawaban singkat yang nyaris membuat saya mati.

Bu, saya ingin bertemu Alloh,” saya mengacungkan tangan tiba-tiba. Diantara gaduhnya kelas.

Jawaban guru saya masih lekat dalam pikiran saya hingga sekarang,”Kalau mau ketemu Alloh harus mati dulu.”

Entah kenapa pernyataan itu terus menghantui. Yang kemudian membuat saya memutuskan untuk ‘mati sebentar’.

Saya menelungkupkan bantal pada wajah saya di kamar tidur siang itu. Saya tahan napas sekuat tenaga, hidung saya pencet dan membayangkan bertemu Alloh. Entah kenapa yang ada di bayangan saya saat itu adalah sosok raksasa Ultraman dan monster batu musuhnya. Gambar bintang dan komet di buku antariksa kakak saya bergerak-gerak di ruwet di kepala saya. Hingga saya pusing, dan gagallah usaha pertama. Esoknya saya mencoba lagi. Saya lupa apa yang kemudian membuat saya menghentikan aksi ini. Hingga di kemudian hari saya berpikir, ada berapa anak yang akan melakukan hal yang sama dengan pertanyaan seperti itu. Pertanyaan mendasar tentang akidah, yang bisa jadi akan selalu lekat pada ingatannya.

Bagaimana dengan anak-anak kita, jika jawaban itu mereka temukan melalui kehebatan Naruto, versi penguasa buminya Avatar. Atau pertanyaan itu dilontarkan kepada orang yang tidak tepat, yang akan mencari jawaban singkat agar tidak ada pertanyaan lagi setelahnya. Ketika pertanyaan itu ditujukan pada kita, siapkah untuk menjawab? Apakah kita dapat menjawabnya dengan tepat sesuai pemahaman mereka. Atau kita hanya tersenyum dan menjawab,” Sudah Nak, nanti kalau sudah besar pasti tahu sendiri…”


Isnatul Ismi

Majalah Ummi Maret 2009


Selasa, 04 Agustus 2009

...

kadang, atau mungkin seringkali, (memang harus?) setiap menjelang tidur kita memaknai kembali apa yang akan dan telah kita lakukan, pikirkan, rencanakan...
mebuat peta hidup. menentukan pilihan-pilihan, melilih berbagai jalan, membuat rencana, mendaftar sesuatu yang akan kita tempuh... membuat opsi-opsi jika rencana-rencana tersebut tidak sesuai dengan keadaan yang akan dihadapi.
(berdasarkan pengalaman) Ada satu hal yang seringkali terlupakan atas pengambilan 'sesuatu' tersebut.
yaitu, apa yang akan kita lakukan jika rencana tersebut ditabrakkan pada suatu keadaan yang tak terelakkan : kematian.
ya, kematian, siapa yang bisa menjamin umur kita lima menit lagi, dua menit lagi, satu menit kedepan?

dalam kepala saya sekarang sedang terpikir sebuah rencana untuk makan soto ayam.... sanggupkah nikmat kuahnya saya rasai beberapa menit lagi?
Allahu'alam...
Allahuma ini 'audzubika minal kufri wal faqr wa'audzubika min adzabilqobr

Rabu, 06 Mei 2009

ramai...

Lucu, kadang saya merasa terlalu aneh hidup ini. Why?

Suatu saat, ketika saya berada diatas bis yang membawa tubuh saya ke Surabaya pikiran saya melayang ke mana-mana. Ke jalanan, ke pohon-pohon yang seolah mengejar, ke wajah-wajah di sekitar saya, ke suara-suara yang semakin menghanyutkan pikiran saya menuju lamunan.

Ketika melewati suatu tempat, dari kejauhan nampak gugusan gunung yang lebih luas, setelah beberapa gunung dan bukit saya lewati di awal perjalanan tadi. Nah, dari sini kepala saya mulai riuh bersuara,”Lha ngapain orang hidup susah-susah. Panas-panas di pinggiran jalan, nyanyi keras-keras dihadapan para penumpang angkutan yang terkantuk-kantuk bosan, ato bahkan rela menjual harga diri (yang katanya demi sesuap nasi). Ngapain susah-susah? Apa si yang dikejar?”

Lalu suara di sebelahnya bilang,”Ya nyari duit lah, nyari makan, nyari kehidupan. Memenuhi kebutuhan. Demi eksistensi (halah!).”

Hmm.... lalu mulai deh riuh terdengar di kepala saya. Kenapa musti susah-susah, kembali aja ke desa, hidup tu di pegunungan. Rumah? Cukup buat dapur, kamar, sama ruang tamu. Ga sampe tiga puluh meter luasnya. Manusia butuh makan tho? Berapa banyak sih? Se gerobak? Se truk? Seberapa? Paling banyak ya tiga piring (perutnya seberapa ya?). tinggal nanem itu kentang, jagung, pisang, singkong, mangga, duren(lha ini sih bukan kebutuhan pokok), sawi, bayem, kedele, cabe, bawang, tomat. Secukupnya saja, ngga perlu banyak-banyak, toh tiap hari dia juga akan tumbuh, menjadi besar dan banyak. Nasi? Bisa kok didapat dengan jual barang-barang tadi. Ato tukeran sama tetangga yang nanem beras (lebih tepatnya padi). Kebutuhan protein dan lemaknya? Ya melihara ayam, kambing, bebek, ga susah kan? ‘limbah’nya bisa buat pupuk. Makanannya daun singkong ato rumput-rumput liar di pinggiran sungai(saingan sama yang melihara hehe..). Kalo berlebih ya dijual buat beli minyak, garem, gula, trasi (yang ini kan ga bisa produksi sendiri). Wah... kebutuhan kan engga Cuma makan, pendidikan piye? Lalu jawab suara satunya: ya diajarin sendiri. Apa dasarnya? Baca sama nulis to? Bisa belajar dari itu buku-buku, lebih orisinal soalnya ga terkontaminasi sama wacana-wacana aneh di luaran sana, ga tercampur sama erornya acara televisi. Untuk kesehatan? Ye... gimana bisa sakit, wong udaranya buersih je. Ga ada polusi, ga ada makanan yang aneh-aneh. Paling ya masuk angin, capek-capek aja. Sosialisasi gimana? Kan ada tetangga, juga peliharaan (ayam, kambing, bebek, kelinci) ajak tu bicara biar mereka betah, seneng makan, semakin gemuk, semakin banyak. Ada juga taneman, ajak ngomong juga... bisa bikin tenang lho (yang ini bisa dicoba, tapi ngomongnya jangan keras-keras. Bahaya.)

wah... kalo perbincangan di kepala saya semua dituliskan bisa panjang ceritanya. Tapi akhirnya gini:

Ooiii.... sadar! Tanah di pegunungan dan pedesaan sekarang muuahal... lagian mana ada orang yang masih mau diajak barteran ditengah krisis ekonomi global (jie.. apaan yang ini?). memang nanem sama melihara kayak gituan butuh tanah Cuma semeter dua meter? Berapa modal? Lha wong sekarang banyak orang yang bisnis pegunungan dan pedesaan, dijadikan objek wisata, hotel-hotel, kawasan perumahan elite modern dengan besik bek tu natur, rame-rame sayuran organik, tipi-tipi sudah merajalela di sana. Barang-barang pokok juga mahal lho walo di pelosok. Motor sama mobil suaranya wes menderu-deru ribut ngalahkan suara merdunya si embek. Lha kalo gini ya ga ada bedanya sama hidup di kota, bisa jadi lebih makan ati. Terus apa mau cari tempat yang lebih pelosok lagi? Hidup dalam goa? Babat alas? Lha alase sopo? Mau hidup sendiri? Hare gene ga ada orang yang mau diajak hidup kaya gitu. Lah... siapa yang mau ngajak orang. Wong Cuma mau ngajak ibu sama embak sama ponakan-ponakan. Lha memange mereka mau? ‘Dipenjara’ sama hidup yang aneh gitu. Nganeh-nganehi wae... terus kalau semua orang berpikiran kaya gini, siapa yang nyupir bis, siapa yang kerja di pabrik2, siapa yang bikin baju, siapa yang.... Walah, bakal kacau dunia..

Setelah itu saya putuskan forum di kepala saya ditutup. Uwis Prend, capek, thats time to sleep. Jadilah saya memejamkan mata, sayup-sayup suara embek yang saya rindukan ikut membuai saya.. Hasbiyallah...

Hoho... bingung memahami tulisan diatas? Wis ga usah dibaca, wong itu Cuma pikiran aneh tentang hidup yang (kurasa) semakin anehJ

Nyalang mata elang menutup malam dengan kelam


Nyalang mata elang menatap malam. Dia merajai malam dalam benaknya. Dengan jumawa ditelitinya satu persatu makhluk riang yang masih berkeciap usang. Mereka yang kelelahan setelah seharian menapaki bumi menjalin cerita agar besok tersebutlah nostalgia. Mereka lengah ketika tiba-tiba tajam jemari elang menyambar tubuh mungil diantaranya. Sejenak makhluk-makhluk kecil itu terpana dan elang segera menembus malam bersama mangsa di genggamannya.

Elang terbang tinggi. Dia tak pernah menapak ke bumi, tak mau menapaki bumi. Hidupnya adalah dongeng penuh semangat namun nyatanya adalah merasa perkasa, yang terbang di ketinggian dengan perlahan. Elang hanyalah ilusi, mengalahkan hud mungil yang melesat cepat merasai aroma tanah, membuat sejarah, tercatat indah. Bernyanyi indah di pelukan bumi.

Mangsa mungil di kaki elang dengan keperkasaannya dia berontak, rindukan sentuhan bumi yang semakin jauh ia rasai. Dan berakhir dalam perjuangannya yang sunyi

Nyala mata elang menembus kelam. Dia mencari, mengintai dan menikam. Tak merasa bahwa dia adalah sang raja tanpa pijakan.

Selasa, 28 April 2009

Kepada Kartika

Dalam diam kau bertanya

Tentang hidup dan kehidupan yang tumbuhkan badai gejolak di dadamu

Dalam tenang kau meraba. Berapa banyak jalan

Yang harus kau lalui sebelum semuanya diakhiri

Kutatap wajah kuyumu

Satu hal yang tak kudapati, rona memerah pada pipi

Saat terik mentari masih bisa kau rasai

Tak lagi kutemukan gemintang di matamu yang pancarkan maksud hati

Mungkin kelam kini selubungi pandangmu

Atau cahaya putih yang lingkupi dunia barumu

Bisa jadi rangkaian jala pelangi yang berpendar bentangkan diri untuk temani perjalananmu

Tak mampu kutatap tubuh kakumu

Biar indah dan warnamu yang masih bertahta di kepalaku

Bukan akhir dari awal yang akan kau jalani

Aku tahu hanya sekali

Untukmu

Untukku

Untuk tubuh-tubuh yang sekarang mengelilingimu

Untuk tiap aliran sungai yang mengalir darah pada tubuh-tubuh penuh rasa

Aku tahu hanya sekali

Hanya datang sekali

Setelah itu, biru.

Kelinci kecil yang tersesat

Jika aku adalah seekor kelinci kecil yang tersesat di sebuah pasar malam, akan kudatangi permainan rolet yang begitu menggiurkan. Kupangkas satu persatu ambisi dalam mata-mata manusia itu dengan jernih mataku. Kuumbar lugu agar mereka terlenan dalam ramainya ego yang berkejaran, berkelabat diantara tubuh-tubuh itu. Lalu akan kutenggak dari botol yang digenggam oleh bandar tambun itu biar aku mabuk dan menari bersama kesadaran bernama kekalahan.

Jika aku adalah seekor kelinci yang nyasar di sebuah pasar malam, akan kurogoh peti uang para pengadu keuntungan agar tekumpul di karungku dan kuseret pada perempuan penjual tahu atau kakek penjaja jamu. Kutanya pada mereka tentang janji malam ini pada anak-anaknya, lalu kusisihkan untuknya; kulumlah rasa itu dan bagi pada anak-anakmu yang rindu manis kasih dari keping-keping tak berharga itu.

Jika aku adalah seekor kelinci yang nyasar di sebuah pasar malam, kuseret karung penuh keping dari pundi para penjudi. Kuhampiri penjual gula-gula dan boneka, kubagai pada kanak-kanak tanpa senyum masih polosnya agar mereka bercengkrama bersama manis asap kehidupan.

Jika aku adalah seekor kelinci yang tersesat di sebuah pasar malam, aku akan segera pulang setelah pundi-pundi kuhabiskan. Toh aku hanya seekor kelinci yang hanya butuh sepotong wortel atau segenggam sayuran untuk kumakan. Jika aku adalah seekor kelinci yang mencari jalan pulang dari pasar malam, akan kucari kelinci jantan yang kuat, karena besok aku ingin menghabiskan malam di hiruk pikuknya lapangan ini dan menghimpun pundi-pundi tak berharga lebih banyak lagi, agar punggung dan lenganku bisa bergerak bebas tanpa beban, nikmati senyum dan potongan wortel dengan riang. Hh... masih kurasakan pundi-pundi itu terlalu berat terseret di belakang punggungku. Walau aku hanya jika seekor kelinci yang tersesat di sebuah pasar malam.

Rabu, 04 Maret 2009

Padamu Ibu,

Belahan Jiwaku

Setiap tetes peluh,Setiap detak jantung

Dalam denyut nadi,Dalam aliran darah

Dalam tubuh ringkih

kekokohan dalam kerapuhan raga, ketegaran dalam gelombang dunia

kesabaran dalam ribuan cerca dan hina, keperkasaan dalam keterbatasan hakiki

Hanya senyum dan kepasrahan sempurna

Meski ada luka

Tergores,

menetes

Penuh darah

mengucur

basah

kausambut dengan bentangan samudra maaf

lahirlah aku dari rahim sucinya,tumbuhlah aku dalam rengkuhan kasihnya

sadarlah aku dengan kerut di keningnya, dengan raut wajahnya

dengan air matanya

dewasalah aku dibawah jangkauan mata hatinya, berharaplah aku akan binar matanya

mengertilah aku dengan sentuhan tangannya, melalui untaian kata yang terucap dari hatinya

aku bertanya,aku belajar, dengan tangisan, dengan jeritan, dan bantahan, juga canda nakal

ada makna dalam tiap ujarnya

tentang penghambaan pada Rabbnya

tentang pengabdian,tentang kesabaran, kedewasaan

tanggung jawab, tentang kehormatan

tentang hidup dan kehidupan,tentang pengorbanan dan keikhlasan

meski dengan sederhana

Hanya cinta yang bisa dia beri

Hanya penerimaan tanpa sedikitpun penolakan

Hanya pengertian

Hanya kasih yang tak kunjung surut

Hanya penderitaan atas pengorbanan---yang katanya membahagiakan

Hanya....

dia menerima dengan lautan kesabarannya

dia melayani dengan pengorbanan—yang disebutnya dengan pengabdian

dia menanti dengan rindu yang dipendamnya

dia mengharap dalam telaga cintanya

dia menunggu dengan diam

dalam diam

Berharap walau tak terucap...

Dia perempuan yang kupanggil “Ibu”

Dia yang menyebut aku dengan “Buah Hatiku”

Dialah Belahan Jiwaku

2005

My mom is amazing…

lima jagoanku





Tiga bidadari super cerewet…

Hm.. kangen sama ponakan kecil yang lucu-lucu…. Mereka beda. Dari karakter, kesukaan,…

Tapi mereka tetap anak-anak yang luuuchu…

Earlene (yang pake bando putih), suaranya lembut. Langsung meneteskan air mata kalo ada orang yang negur dia dengan intonasi yang agak tinggi. Panggilannya Cellin. Suka banget sama Gita Gutawa. Punya teman khayalan, ‘obio’ namanya. “Obio’ is a boy!” katanya waktu berumur tiga tahun. Dia ngefans berat sama adek ibunya yang terakhir… (hehehe…). Sekolah di TK Al-Furqon Jember, Kelas B II. Sudah punya album rekaman, sering menang lomba nyanyi dia. Awalnya les keyboard, eh… pas diminta nyanyi suaranya bagus, di nada tinggi dan falsetto. Mirip Gita Gutawa (hehe…). Dia pernah nyanyi buat saya,”Ya ukhti…ya ukhti… engkau begitu ‘…’” Hm… semoga dia nanti bisa memahami apa yang dinyanyikannya. Rangkaian katanya indah. Percaya atau tidak dia sering spontan merangkaikan kata dalam nada… Narsis berat… cerita favoritnya adalah tentang puteri, Barbie dan semacamnya. Melankolis dan perasa. Wah… intinya ni anak cewek banget..


Terus sebelah kirinya panggilannya Rere (Rallyna Satria Andi). Tomboy banget tapi sensitifnya tinggi. Kalo bener-bener sedih dia lebih memilih menangis sendiri, yang ngga diketahui orang. Ceria, suka melayani dan menghibur orang lain, tapi sudah keliatan introvertnya. Punya teman khayalan juga, dulu namanya mbak Cica, terus Lala. TK A di TKIT Bina Insani Kediri. Ngefans sama gurunya dan Pak Tsalis… lucu dan baek katanya. Suka banget belajar dan membaca, tapi ngga suka sekolah (dulu waktu didaftarkan TK dianya ngga mau, malah ngajak mancing di samping sekolahnya ^_^). Sayang banget juga sama adek mamanya (:P) hati-hati, pertanyaannya. Maut. Jawabnya kurang tepat bisa repot urusannya. Apalagi tentang Alloh, surga, neraka, setan dan malaikat. Punya sepasukan bebek dan mentok. Ga suka pakai sandal kalau main. Hm… sesuai namanya (Rally), dia sudah bisa nyetir motor lho, bisa belok, mau ngebut atau kalem ayo aja (tapi tetep saja yang ‘dibelakangnya’ yang ngoperasikan motornya). Takluk sama satu orang; mamanya. (kalau ditanyai,”Re, mama gimana marahnya?” maka di akan tersenyum. Ya mamanya marahnya senyum, biar di matanya ngga ada setannya!). Suka nyanyi juga (dari Rere saya hapal lirik-lirik lagu pop), tapi suaranya ngga seterlatih Cellin. Pernah waktu hujan deras dia nyanyi keras dan mendongak ke atas, “Tuhan kirimkanlah aku… kekasih yang baik hati.” lagunya J Suka banget sinetron (padahal sudah ‘ditilap-tilap’ biar ngga liat) sampe jam 10 malem pun dia sanggup diam di depan tivi sambil meleleh air matanya… Hobi banget ngingetin orang lain kalau lupa baca doa sebelum tidur, makan, atau pergi… Pernah satu kali diajak makan sama pak de dan teman-temannya, pas makanan sudah siap dan orang-orang besar ini mau menyuapkan ke mulut dia langsung teriak,”Stop. Kok belum berdoa.” Hehe…

Yang paling kecil ni namanya Catherin, dipanggilnya Erin. Paling cerewet, tapi cerdas. Umurnya dua tahun, sudah sekolah TK. Suka banget sama krupuk dan rempeyek. Suaranya rame, baru diam kalau lagi sedih atau dua sepupu laki-lakinya lagi main perang-perangan. Grup band favoritnya Chancuters…. “Wacooon…” gitu suaranya kalau ngajari saya menyanyi. Mudah hapal sama lirik lagu, apalagi dmasiv. Adeknya Cellin ini paling ngga suka kalau ditolong pake baju dan sepatu, di akan bilang,”Bisa bisa, Eyin bisa kok…” semalem suntuk dia betah nonton wayang kulit, apalagi wayang orang… Apa ya yang bikin dia tertarik…

Seniman ‘aneh’. Namanya Thoriq panggilannya Ivan, sering juga dipanggil adek. Kelas 3 di Sekolah yang sama dengan masnya. wiih… ga banyak kata buat mendefinisikan anak ini... saking berwarna dan ‘kacaunya’. Suka gitar, gambar dan olah raga. Easy going dan temannya banyak. Beda banget sama Imen kakaknya, tapi dia juga paling ngga suka dibanding-bandingkan. Tapi saya pikir dia itu jenius, otak kanannya keren. Anehnya, kalau tidak ada orang lain, hafalannya lancar, hitungannya juga ngga ada baik-baik saja… G ada masalah kan? Pinter cerita dia, paling suka kalau mendengar dia cerita tentang hukumannya dia, remedial test, dan ‘ketidaksabaran’ gurunya menghadapi ‘kebandelannya. Bagi saya itu keren sekali…

Ivan sering bikin mamanya gregetan. Sepertinya dia punya aturan sendiri buat hidupnya… bikin seasyik-asyiknya, sekonyol-konyolnya. Malu buanget kalau ketahuan belajar dan dapet nilai bagus. Kalau sama temen care banget. Punya motivasi diri yang tinggi, punya sudut pandang ‘aneh’ yang bikin dunia disekelilingnya beda. Dia sensitive dan penyayang, sepertinya melankolis juga... Favoritnya adalah maen gulat dan perang-perangan sama masnya. Selain makan, kesukaannya yang satu ini yang bikin dia nyambung sama Imen.

Lha kalau ini calon ilmuwan yang takut kodok. Namanya Firman, Imen panggilannya. Anaknya pinter. Apalagi matematika dan IPA. Dia juga perhatian kalau ada isu-isu politik, pilkada, pemilu, pemilihan gubernur atau ‘berantemnya’ para orang terkenal di tivi. Di juga suka acaranya Nany 911. Waktu luangnya untuk benar-benar main cuma hari libur saja. Mainan kesukaannya catur dan monopoli. Juga game computer yang ngga terlalu rame. Dia suka buka-buka buku-buku adek ayahnya , buku-buku aneh katanya. Bau debu dan bau kuno ^_^. Heran berat sama sastra, kok ada orang yang suka baca sastra, pelajarannya apa saja sih… Sekolah di SD Rahmat Kediri kelas 5. jam 3 pulang sekolah, habis itu les lagi sampai jam 8 malem. Kadang saya berpikir, bagaimana capeknya dia ya… tapi kok dia ngga pernah mengeluh kalau pengen maen sama temen-temennya.. Waktu TK ‘nakal’ banget, aktif dan suka ganggu temennya. Tapi semakin besar kok semakin pendiem ya..

Sepupu-sepupunya suka nggoda bawa batu yang digenggam, trus dibilangi kalo itu kodok wah… mukanya langsung pucet dan lemes… hehe… Kakaknya Ivan ini suka sebel sama adeknya, soalnya susah diajak sholat… terus kalau diajak hafalan suka becanda…dan ngga disiplin. Jadi dia sering ikut telat juga kalau masuk sekolah. Hampir tiap akhir pekan dia geleng-geleng kepala soalnya harus nungguin adeknya dihukum atau remedial test…

Nah… gimana keadaannya kalau lima anak ini dijadikan satu? Sudah keliatan jawabannya: kacau! Sepeda, bola, boneka, skateboard, sepatu, gelas, majalah, kertas, keranjang baju, selimut campur baur jadi satu di ruang tamu yang sempit. Suara teriakan, tertawa yang keras atau celotehan-celotehan cerita lucu yang pengen seru-seruan. Cellin yang feminin bisa ketawa ngakak sama Rere yang maennya agak ‘keras’. Tapi Rere yang tomboy habis tiba-tiba pengen pakai baju dan sepatu ala puteri. Belakangan ini Rere jadi lebih centil lho, suka nyanyi di depan kaca… Imen dan Ivan makin seru main perang perangannya… dorong-dorongan keranjang baju, oles-oles bedak,… kalau udah kacau seperti ini Erin naik kursi dan teriak-teriak ngasih semangat. Kalau dia merasa ngga dipedulikan, maka dia akan nyanyi Twinkle-twinkle Litle Star sekeras-kerasnya… nah… kalau sudah seperti ini, siapa juga yang ngga pengen ikut maen dan teriak-teriak…. Hehehe… mumpung ada temannya :P

Itu baru gambaran dari lima anak diantara berjuta anak dengan setiap keunikan dan ciri khas mereka. Apakah kemudian karakter dan kepribadan tiap anak selalu berubah ketika berhubungan dengan orang lain. Bisa jadi ini adalah sebuah identifikasi diri mereka terhadap orang lain, sama seperti remaja yang cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan orang hebat atau terkenal yang mereka ‘baca’. Mungkin juga kebiasaan dan pandangan yang dipakai oleh mayoritas lingkungan bergaulnya, hingga memungkinkan kepribadiaannya berbeda antara lingkungan social yang satu dengan yang lain, saat dia sendiri, bersama keluarganya,….

Lalu bagaimana jika seorang anak seringkali diabaikan, dibanding-bandingkan dengan anak lain yang dianggap lebih unggul. Apakah dia akan tumbuh dengan rasa percaya diri, menghargai diri sendiri, atau dia akan merubah dirinya menjadi seperti orang lain. Bagaimana dengan kemampuan dan bakat unik yang ada dalam setiap individu ini akan berkembang dengan baik, jika ukuran keunggulan adalah—misalnya—pandai dalam pelajaran, manut, disiplin dan telah mengukir prestasi yang sudah diakui. Begitu juga sebaliknya, apakah pertumbuhan emosi dan kepribadian anak yang seringkali dipuji dan dibandingkan dengan anak yang ‘kurang berprestasi’ dengan baik diterima oleh mereka sebagai bentuk penghargaan atas kerja kerasnya, bukan sebagai pemacu ‘superioritas dan ego’ mereka. Bolehkah seorang anak ‘dibiarkan’ berpuas-puas dulu bermain ‘senakal-nakalnya’?

hmm... mungkin orang psikologi lebih tahu...^_^